Secara hidrografis
air yang antara lain di sebabkan oleh karena letak Kabupaten
Karanganyar di kaki
ke barat makin datar dan banyak sumber air yang berasal atau
bersumber dari
wilayah
Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karanganyar dan Kecamatan
Jenawi.
Kerusakan sumberdaya Alam
Kerusakan sumberdaya alam yang telah menjadi isu utama di
1. Penambangan bahan galian golongan C di Kecamatan Matesih.
2. Penjarahan tanaman pakis di sekitar lereng gunung lawu yang
cukup besar yang digunakan untuk media tanaman.
3. Penebangan hutan di daerah penyangga air atau daerah tangkapan
air seperti di
Jenawi, Karangpandan dan Jatiyoso.
4. Pengambilan air dari sumber mata air yang sangat berlebihan di
daerah tangkapan air untuk di perjualbelikan.
5. Terjadinya tanah longsor di
Karangpandan
6. Terjadinya kekeringan di wilayah
2.
Isu yang muncul untuk bidang tata ruang di
pada saat ini adalah :
a. Semakin banyaknya pembangunan
cottage, hotel dan losmen yang tidak memperhatikan tata ruang,
sehingga pembangunan tersebut mengarah pada daerah yang
merupakan daerah tangkapan air.
b. Masih adanya pembangunan yang tidak memperhatikan atau tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
c. Adanya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi daerah
industri, perdagangan, pemukiman, perubahan hutan lindung
menjadi hutan produksi, perubahan hutan lindung menjadi taman
hutan raya di
ANALISIS PSR ( Pressure-State-Response )
Analisis PSR (Pressure-State-Response) adalah analisis yang
menggunakan metode interaksi antara kegiatan manusia dan dampaknya
dengan kondisi lingkungan hidup yang ada kemudian akan dikaitkan
dengan respon institusi dan individu serta kendala untuk
menanggulanginya. Dalam analisis PSR ini ada tiga indicator utama yang di
akan di analisis, yaitu :
1. Indikator tekanan atau penyebab (pressure).
Indikator ini menggambarkan tekanan dari semua kegiatan manusia
terhadap lingkungan termasuk kualitas dan kuantitas sumberdaya alam.
Indikator tekanan dapat menjelaskan secara langsung terhadap
indikator tekanan yang mempengaruhi lingkungan, yaitu tekanan yang
merefleksikan semua kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan
terhadap lingkungan melalui suatu media tertentu (darat/tanah, air dan udara).
2. Indikator kondisi lingkungan (state).
Indikator state ini akan menggambarkan kualitas dan kuantitas
sumberdaya alam dan lingkungan yang dibuat untuk menggambarkan
situasi, kondisi, dan pengembangnya di masa depan.
3. Indikator penanggulangan (response).
Indikator response akan menunjukan tingkat kepedulian para
stakeholder terhadap adanya perubahan lingkungan yang terjadi, baik
dari kalangan pemerintah, industriawan, lembaga penelitian, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), maupun masyarakat secara umum.
ANALISIS PSR -
1.
a. Faktor penyebab (Pressure)
• Masih lemahnya aspek penegakan hokum (Low Enforcement).
• Masih adanya industri yang membuang limbahnya ke sungai
tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu.
• Masih kurangnya kepedulian para industriawan terhadap arti
pentingnya lingkungan hidup.
• Belum adanya keseriusan industri melaksanakan dokumen
lingkungan menjadi SOP dalam melaksanakan pengelolaan
lingkungan.
• Belum semua industri menyusun dokumen lingkungan.
• Belum semua industri mempunyai instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) yang baik.
• Belum semua industri mempunyai operator IPAL sesuai dengan
keahliannya.
• Adanya pembuangan limbah cair yang masih di atas
yang di tetapkan.
• Belum semua industri menjalankan kewajibannya untuk
menganalisakan limbah cairnya ke laboratorium dan melaporkan
hasilnya ke pemerintah daerah.
• Semakin banyaknya industri yang beralih menggunakan bahan
bakar batu
• Masih kurangnya kepedulian para industriawan terhadap
pengelolaan lingkungan.
• Industri belum melaksanakan pemantauan kualitas udara dan
kebisingan secara rutin dan berkala sesuai dengan yang tertera
pada dokumen lingkungan yang telah mereka susun.
• Belum semua industri masuk dalam program PROPER (Program
• Adanya penggunaan air limbah untuk kegiatan pertanian.
• Adanya pembuangan air limbah yang belum memenuhi standart
II -6
b.
• Sungai yang menjadi media pembuangan limbah cair dari
industri adalah sungai Ngringo, sungai Pengok, sungai Sroyo
dan sungai Walikan.
• Menurunnya kondisi atau kualitas air sungai.
• Menimbulkan gangguan estetika yang dikarenakan warna air
sungai menjadi keruh, berwarna dan hitam.
• Berpotensi timbulnya konflik social antara masyarakat yang
terkena dampak dengan industri yang bersangkutan.
• Berkurangnya biota yang ada di sungai tersebut terutama
berkurangnya ikan yang hidup.
• Adanya pencemaran udara yang berupa bau dari limbah cair
berupa CO2 dan gas methan, dari limbah cair dan limbah padat
peternakan, proses pembuatan pupuk organic dan dari limbah
domestik.
• Semakin banyaknya industri menggunakan bahan bakar batu
• Tidak dilakukannya pengujian kualitas udara dan kebisingan oleh
perusahaahn secara rutin.
• Pada musim kemarau banyak lahan pertanian yang kekurangan
air.
• Pemilik sawah yang berdekatan dengan industri pada saat
kekurangan air pada musim kemarau menggunakan air limbah
industri untuk mengairi sawahnya.
• Pemilik lahan atau sawah yang berdekatan dengan sungai yang
menjadi media pembuangan air limbah industri pada musim
kemarau mengambil air sungai untuk mengairi lahan atau
sawahnya.
• Pupuk kimia dan pestisida pada saat ini mudah didapat di
anggap paling baik untuk pemupukan pertanian bila di banding
dengan menggunakan popok kompos atau pupuk organic.
II -7
c. Penanggulangan (Response)
• Perlu adanya kometmen penegakan hukum yang nyata dan
konsisten dari berbagai pihak terutama dari lembaga penegak
hukum.
• Melakukan pengawasan terhadap kualitas air sungai yang
menjadi media pembuangan limbah cair.
• Melakukan pengawasan terhadap hasil analisa limbah cair
perusahaan.
• Melakukan pengawasan terhadap rutinitas system pengolahan
limbah cair perusahaan.
• Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air dan
pembuangan limbah cair.
• Mensosialisasikan program kali bersih (PROKASIH).
• Mewajibkan kepada semua industri yang menghasilkan limbah
cair untuk membangun Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL)
dengan baik sesuai dengan ketentuan teknis dan sesuai dengan
karakteristik limbahnya.
• Mewajibkan setiap industri yang mempunyai limbah cair untuk
menganalisakan limbah cairnya ke laboratorium setiap bulan dan
melaporkan hasilnya.
• Dokumen lingkungan yang sudah disusun oleh para industri
diharuskan untuk dijalankan dan bagi yang belum mempunyai
dokumen lingkungan diwajibkan untuk menyusun.
• Mewajibkan industri untuk melakukan analisa kualitas udara dan
kebisingan secara berkala dan melaporkan hasilnya ke
• Industri di sarankan untuk memasang alat penyerap debu dan
tempat serta alat untuk melakukan pengujian emisi gas buang
kualitas udara ambient.
• Melakukan pengawasan secara rutin atau berkala terhadap
proses atau pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
• Melakukan program langit biru dan proper.
• Penanaman penghijauan sebagai filter yang dapat mereduksi
pencemaran udara.
II -8
• Melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan bahayanya
penggunaan air limbah untuk usaha pertanian.
• Membuat sumur air tanah atau sumur pantek.
• Mewajibkan industri agar dalam membuang air limbahnya sudah
memenuhi satandart
• Melakukan pengawasan atau pemantauan pembuangan air
limbah industri.
• Melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap lahan
pertanian yang pada musim kemarau menggunakan air limbah.
• Melakukan pemulihan kualitas lingkungan dengan bioremediasi
terhadap lahan pertanian yang menggunakan air limbah industri.
• Melakukan pemantauan kualitas tanah sawah pertanian yang
menggunakan air limbah.
2.
a.
• Sumber daya alam yang telah tersedia di lingkungan dan mudah
dalam pemanfaatannya, seperti air, bahan galian golongan C,
kayu baik di hutan lindung maupun di perhutani maupun di
daerah tangkapan air.
• Mudahnya proses penambangan bahan galian golongan C yang
dikarenakan tidak ketatnya proses perizinannya.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan.
• Tidak tegasnya aparat yang berkepentingan dalam melakukan
tindakan atas pelanggaran peraturan.
• Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan
meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,
sandang maupun papan atau perumahan.
• Kekeringan yang disebabkan iklim.
• Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk keperluan
industri,rumah tangga atau domestik dan pertanian.
• Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai
sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya
tanah longsor.
• Masih adanya beberapa masyarakat belum sadar akan
pentingnya kepedulian terhadap lingkungan.
b.
• Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh
penambangan bahan galian golongan C.
• Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan
dan saat ini banyak yang diperjual belikan.
• Terjadinya tanah longsor dan kurangnya rehabilitasi hutan dan
lahan kritis.
• Terjadinya penebangan hutan secara liar oleh sebagian
masyarakat.
• Terjadinya kebakaran hutan.
• Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya
peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.
• Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau
sehingga kebutuhan air berkurang.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian
yang cukup.
• Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan
bahan galian golongan C secara maksimal.
• Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik
dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.
c. Penanggulangan (Response)
• Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air
dengan penanaman tanaman konservasi.
• Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah
tanah.
• Melakukan program alih profesi bagi penambang.
• Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas
penambangan bahan galian golongan C.
• Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah
dengan pupuk organic.
II -10
• Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan
di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.
• Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (
atau lebih untuk membuat sumur pantau.
• Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang
mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.
3.
a.
• Sumberdaya alam yang telah tersedia di lingkungan dan mudah
dalam pemanfaatannya, seperti air, bahan galian golongan C,
kayu baik di hutan lindung maupun di perhutani maupun di
daerah tangkapan air.
• Mudahnya proses penambangan bahan galian golongan C yang
dikarenakan tidak ketatnya proses perizinannya.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan.
• Tidak tegasnya aparat yang berkepentingan dalam melakukan
tindakan atas pelanggaran peraturan.
• Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan
meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,
sandang maupun papan atau perumahan.
• Kekeringan yang disebabkan iklim.
• Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk keperluan
industri,rumah tangga atau domestik dan pertanian.
• Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai
sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya
tanah longsor.
• Masih adanya beberapa masyarakat belum sadar akan
pentingnya kepedulian terhadap lingkungan.
b.
• Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh
penambangan bahan galian golongan C.
• Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan
dan saat ini banyak yang diperjual belikan.
II -11
• Terjadinya tanah longsor.
• Terjadinya penebangan hutan secara liar oleh sebagian
masyarakat.
• Terjadinya kebakaran hutan.
• Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya
peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.
• Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau
sehingga kebutuhan air berkurang.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian
yang cukup.
• Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan
bahan galian golongan C secara maksimal.
• Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik
dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.
c. Penanggulangan (Response)
• Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air
dengan penanaman tanaman konservasi.
• Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah
tanah.
• Melakukan program alih profesi bagi penambang.
• Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas
penambangan bahan galian golongan C.
• Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah
dengan pupuk organic.
• Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan
di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.
• Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (
atau lebih untuk membuat sumur pantau.
• Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang
mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.
II -12
4.
a.
• Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan.
• Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang yang
telah di tetapkan.
• Penggunaan lahan pertanian menjadi industri.
• Pembangunan hotel,
air.
• Lemahnya system penegakan hokum.
• Belum menyatunya kebijakan antar institusi dalam dalam
masalah penggunaan lahan.
• Belum adanya keberanian aparat pemerintah daerah dalam
penegasan perizinan peruntukan penggunaan tanah.
• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan
tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.
b.
• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan
tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.
• Pembangunan yang terus meningkat sehingga memerlukan
lahan yang besar dan mudah dijangkau.
• Pengawasan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang
yang masih sangat kurang.
• Tidak pernah ada permasalahan yang timbul akibat dari
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang.
• Tidak adanya permasalahan yang muncul akibat adanya
perubahan lahan dari lahan pertanian atau lahan produktif
menjadi industri, perdagangan dan jasa.
• Baik masyarakat maupun pengusaha tidak pernah
mempermaslahkan adanya perubahan lahan karena adanya
kesepakan bersama antara pengusaha dengan pemilik lahan
maupun warga sekitar.
II -13
Penanggulangan (Response)
• Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup.
• Mensosialisasikan tentang manfaat tata ruang dan bahanya bila
menyalahi tata ruang yang telah ditetapkan.
• Melakukan koordinasi dengan instansi terkait sehubungan
dengan permasalahan tata ruang.
• Memperketat perizinan terutama dalam perizinan peruntukan
penggunaan tanah.
• Menghimbau kepada pengusaha dan masyarakat untuk
melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan tata ruang yang
telah di tetapkan oleh pemerintah daerah.
LAHAN
terdiri dari tanah sawah seluas 22.831,3417 Ha dan tanah kering seluas 54.547,2957 Ha mempunyai luas hutan negara 9.729,4995 Ha dan perkebunan seluas 2.841,1348 Ha. Dengan berkembangnya industri
dan perdagangan akan berpengaruh besar terhadap penurunan luas
lahan, hal ini terjadi di
Karanganyar dan Gondangrejo serta
hutanpun telah mengalami pengurangan luasnya, hal ini terjadi karena
banyak terjadi penjarahan dan penabangan hutan yang tidak diimbangi dengan upaya penanaman kembali sehingga hutan berubah menjadi lahan kritis. Sedangkan luas lahan kritis yang ada saat ini mencapai
25.385 Ha dan usaha untuk melakukan rehabilitasi lahan kritis ini baru
mencapai 224 Ha. Kenyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lahan dan hutan di
Tabel 2.
No.
( Ha )
Prosentase
( % )
1.
a.
b. Irigasi ½ Teknis 6.142,0929 26,62
c. Sederhana 7.431,0771 32,21
d.
2.
a. Pekarangan/Bangunan 20.761,3152 38,08
b. Tegalan/Kebun 17.918,6425 32,87
c.
d. Tambak/Kolam 25.5344 0,05
e. Rawa 0.0000 0,00
f.
g. Perkebunan 3.251,5006 5,96
h. Lain-lain 2.641,1348 4,8
Sumber :
V - 2
Gambar 8. Pengambilan tanah liat/sawah untuk pembuatan batu
bata dan genting di
V - 3
Kerusakan lahan dan hutan di
akan berakibat terjadinya banjir dan tanah longsor terutama di daerah daerah seperti :
1. Tanah longsor : Tawangmangu, Jatiyoso, Matesih,
Ngargoyoso, Karangpandan, Kerjo dan Jatipuro.
2. Bencana banjir : Jaten, Kebakramat, Colomadu , Jatiyoso,
Karangpandan dan Karanganyar
Akibat dari kerusakan lingkungan yang berupa lahan dan hutan tersebut di sebabkan antara lain :
1. Kerusakan hutan akibat penjarahan dan kebakaran.
2. Kerusakan lahan akibat tanah longsor.
3. Kerusakan hutan dan lahan karena adanya penggunaan lahan dan
hutan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
4. Kerusakan lahan dan hutan yang disebabkan karena digunakan
untuk pembangunan hotel,
tidak sesuai dengan tata ruang yang telah di tetapkan.
5. Kerusakan yang diakibatkan
dan hutan yang berlebihan seperti pengerukan tanah, pengambilan
bahan galian golongan C atau penambangan yang tidak pada
tempatnya.
Tabel 3. Luas lahan kritis dan upaya rehabilitasi lahan
No.
Kecamatan
Wilayah Sub DAS
(Ha)
Usaha
Rehabilitas
1.
2. Jatiyoso Walikan-Jlantah-Samin 3.229 25
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Jumlah Total 25.385 224
Sumber data :
V - 4
V - 5
Gambar 11. Kondisi lahan rawan longsor di Kecamatan Matesih
ANALISIS PSR – LAHAN
a.
• Adanya penjarahan hutan atau penebangan liar dari sebagian
masyarakat.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan
• Konservasi lahan untuk berbagai kegiatan khususnya dari lahan
yang tertutup vegetasi menjadi lahan terbuka
• Lemahnya system penegakam hukum
• Adanya perbedaan kepentingan antar sector.
• Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan
meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,
sandang maupun papan atau perumahan.
• Kekeringan yang disebabkan iklim.
• Lemahnya system koordinasi antar instansi dalam hal pemberian
perizinan.
• Minimnya informasi tentang tata ruang dan tata guna lahan serta
belum adanya pengertian dari masyarakat akan manfaat tata
ruang.
• Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai
sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya
tanah longsor.
• Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan
dan tidak sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan.
• Penggunaan lahan pertanian menjadi industri, permukiman dan
perdagangan.
• Pembangunan hotel,
air.
• Belum menyatunya kebijakan antar institusi dalam masalah
penggunaan lahan.
• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan
tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.
b.
• Adanya illegal logging atau penebangan hutan secara liar.
• Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh
penambangan bahan galian golongan C.
• Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan
dan saat ini banyak yang diperjual belikan.
• Adanya pola penebangan hutan yang tidak tebang pilih.
• Terjadinya kebakaran hutan.
• Adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya atau tidak sesuai dengan tata ruang yang telah di
tetapkan.
• Terjadinya konversi penggunaan lahan pertanian menjadi
kawasan permukiman/perumahan, perdagangan, industri dan
jasa.
• Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya
peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.
• Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau
sehingga kebutuhan air berkurang.
• Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian
yang cukup.
• Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan
bahan galian golongan C secara maksimal.
• Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik
dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.
• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan
tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.
• Pembangunan yang terus meningkat sehingga memerlukan
lahan yang besar dan mudah dijangkau.
• Pengawasan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang
yang masih sangat kurang.
• Tidak pernah ada permasalahan yang timbul akibat dari
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang.
• Tidak adanya permasalahan yang muncul akibat adanya
perubahan lahan dari lahan pertanian atau lahan produktif
menjadi industri, perdagangan dan jasa.
• Baik masyarakat maupun pengusaha tidak pernah
mempermaslahkan adanya perubahan lahan karena adanya
kesepakan bersama antara pengusaha dengan pemilik lahan
maupun warga sekitar.
c. Dampak (Impact)
• Tanah menjadi tandus karena hilangnya top soil.
• Terganggunya ekosistem.
• Tingginya bahaya akan tanah longsor yang dapat
mengakibatkan pendangkalan daerah aliran sungai dan
membahayakan jiwa manusia.
• Terjadinya penyusutan air tanah yang di karenakan penurunan
permukaan air tanah.
• Berkurangnya luas hutan yang akan menyebabkan menurunnya
fungsi hutan sebagai hidrogeologi.
• Adanya konflik kepentingan antar beberapa pihak
d. Penangulangan (Response)
• Melakukan pengawasan dan pengambilan tindakan yang tegas.
• Melakukan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan
GNRHL).
• Memperketat perizinan pembangunan di kawasan lindung dan
daerah tangkapan air.
• Meningkatkan pengelolaan konservasi dan rehabilitasi
sumberdaya alam
• Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air
dengan penanaman tanaman konservasi.
• Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah
tanah.
• Optimalisasi perencanaan dan penggunaan ruang sesuai
dengan peruntukannya.
• Memperketat perizinan perubahan fungsi lahan di luar ketentuan
rencana tata ruang.
• Menyebarluaskan informasi rencana tata ruang ke masyarakat.
V - 9
• Memperketat implementasi pemanfaatan ruang berdasarkan
rencana tata ruang yang telah disusun atau di tetapkan.
• Melakukan program alih profesi bagi penambang.
• Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas
penambangan bahan galian golongan C.
• Memperketat kewajiban bagi pengusaha penambangan untuk
melakukan rehabilitasi lahan bekas penambangan.
• Melakukan pengawasan secara rutin terhadap pelaksanaan
pengelolaan lingkungan pada sector pertambangan.
• Membuat ketentuan dan mempublikasikan daerah-daerah yang
layak untuk dilakukan penambangan sesuai dengan tata ruang
yang telah ditetapkan.
• Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah
dengan pupuk organic.
• Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan
di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.
• Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (
atau lebih untuk membuat sumur pantau.
• Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang
mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.
• Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup.
• Mensosialisasikan tentang manfaat tata ruang dan bahanya bila
menyalahi tata ruang yang telah ditetapkan.
• Melakukan koordinasi dengan instansi terkait sehubungan
dengan permasalahan tata ruang.
• Melakukan alih profesi bagi masyarakat yang melakukan
penambangan bahan galian golongan C.
1.
Program Pembangunan Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008
2. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 6 Tahun 2003 tentang
tentang
3.
Karanganyar Dalam Angka Tahun 2006
4.
Pembangunan Daerah Tawangmangu Tahun 2006
5.
Hidup Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2006
6.
Karanganyar No.12 Tahun 2006 tentang
7.
8.
Tahun 2000 tentang Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat
9.
Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi Jawa Tengah
10.
Tahun 2001 tentang Pengawasan dan Pengendalian Kualitas Air
11.
Laporan dan Kumpulan Data Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2007
12.
dan Pengelolaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar