Rabu, 09 April 2008

Secara hidrografis Kabupaten Karanganyar memiliki berbagai sumber

air yang antara lain di sebabkan oleh karena letak Kabupaten

Karanganyar di kaki Gunung Lawu, dimana keadaan tanahnya makin

ke barat makin datar dan banyak sumber air yang berasal atau

bersumber dari Gunung Lawu. Untuk potensi hutan lindung terdapat di

wilayah Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso, Kecamatan

Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karanganyar dan Kecamatan

Jenawi.

Kerusakan sumberdaya Alam

Kerusakan sumberdaya alam yang telah menjadi isu utama di

Kabupaten Karanganyar pada saat ini adalah :

1. Penambangan bahan galian golongan C di Kecamatan Matesih.

2. Penjarahan tanaman pakis di sekitar lereng gunung lawu yang

cukup besar yang digunakan untuk media tanaman.

3. Penebangan hutan di daerah penyangga air atau daerah tangkapan

air seperti di Kecamatan Tawangmangu, Matesih, Ngargoyoso,

Jenawi, Karangpandan dan Jatiyoso.

4. Pengambilan air dari sumber mata air yang sangat berlebihan di

daerah tangkapan air untuk di perjualbelikan.

5. Terjadinya tanah longsor di Daerah Tawangmangu, Matesih dan

Karangpandan

6. Terjadinya kekeringan di wilayah Kecamatan Gondangrejo

2. Perubahan Tata Ruang

Isu yang muncul untuk bidang tata ruang di Kabupaten Karanganyar

pada saat ini adalah :

a. Semakin banyaknya pembangunan vilavila atau penginapan,

cottage, hotel dan losmen yang tidak memperhatikan tata ruang,

sehingga pembangunan tersebut mengarah pada daerah yang

merupakan daerah tangkapan air.

b. Masih adanya pembangunan yang tidak memperhatikan atau tidak

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

c. Adanya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi daerah

industri, perdagangan, pemukiman, perubahan hutan lindung

menjadi hutan produksi, perubahan hutan lindung menjadi taman

hutan raya di Kecamatan Ngargoyoso.

ANALISIS PSR ( Pressure-State-Response )

Analisis PSR (Pressure-State-Response) adalah analisis yang

menggunakan metode interaksi antara kegiatan manusia dan dampaknya

dengan kondisi lingkungan hidup yang ada kemudian akan dikaitkan

dengan respon institusi dan individu serta kendala untuk

menanggulanginya. Dalam analisis PSR ini ada tiga indicator utama yang di

akan di analisis, yaitu :

1. Indikator tekanan atau penyebab (pressure).

Indikator ini menggambarkan tekanan dari semua kegiatan manusia

terhadap lingkungan termasuk kualitas dan kuantitas sumberdaya alam.

Indikator tekanan dapat menjelaskan secara langsung terhadap

indikator tekanan yang mempengaruhi lingkungan, yaitu tekanan yang

merefleksikan semua kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan

terhadap lingkungan melalui suatu media tertentu (darat/tanah, air dan udara).

2. Indikator kondisi lingkungan (state).

Indikator state ini akan menggambarkan kualitas dan kuantitas

sumberdaya alam dan lingkungan yang dibuat untuk menggambarkan

situasi, kondisi, dan pengembangnya di masa depan.

3. Indikator penanggulangan (response).

Indikator response akan menunjukan tingkat kepedulian para

stakeholder terhadap adanya perubahan lingkungan yang terjadi, baik

dari kalangan pemerintah, industriawan, lembaga penelitian, lembaga

swadaya masyarakat (LSM), maupun masyarakat secara umum.

ANALISIS PSR - ISU UTAMA LINGKUNGAN HIDUP

1. Pencemaran Lingkungan

a. Faktor penyebab (Pressure)

Masih lemahnya aspek penegakan hokum (Low Enforcement).

Masih adanya industri yang membuang limbahnya ke sungai

tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu.

Masih kurangnya kepedulian para industriawan terhadap arti

pentingnya lingkungan hidup.

Belum adanya keseriusan industri melaksanakan dokumen

lingkungan menjadi SOP dalam melaksanakan pengelolaan

lingkungan.

Belum semua industri menyusun dokumen lingkungan.

Belum semua industri mempunyai instalasi pengolahan air

limbah (IPAL) yang baik.

Belum semua industri mempunyai operator IPAL sesuai dengan

keahliannya.

Adanya pembuangan limbah cair yang masih di atas baku mutu

yang di tetapkan.

Belum semua industri menjalankan kewajibannya untuk

menganalisakan limbah cairnya ke laboratorium dan melaporkan

hasilnya ke pemerintah daerah.

Semakin banyaknya industri yang beralih menggunakan bahan

bakar batu bara.

Masih kurangnya kepedulian para industriawan terhadap

pengelolaan lingkungan.

Industri belum melaksanakan pemantauan kualitas udara dan

kebisingan secara rutin dan berkala sesuai dengan yang tertera

pada dokumen lingkungan yang telah mereka susun.

Belum semua industri masuk dalam program PROPER (Program

Penilaian Kinerja Perusahaan) dan PROKASIH.

Adanya penggunaan air limbah untuk kegiatan pertanian.

Adanya pembuangan air limbah yang belum memenuhi standart

baku mutu ke media lingkungan.

II -6

b. Kondisi Lingkungan (State)

Sungai yang menjadi media pembuangan limbah cair dari

industri adalah sungai Ngringo, sungai Pengok, sungai Sroyo

dan sungai Walikan.

Menurunnya kondisi atau kualitas air sungai.

Menimbulkan gangguan estetika yang dikarenakan warna air

sungai menjadi keruh, berwarna dan hitam.

Berpotensi timbulnya konflik social antara masyarakat yang

terkena dampak dengan industri yang bersangkutan.

Berkurangnya biota yang ada di sungai tersebut terutama

berkurangnya ikan yang hidup.

Adanya pencemaran udara yang berupa bau dari limbah cair

berupa CO2 dan gas methan, dari limbah cair dan limbah padat

peternakan, proses pembuatan pupuk organic dan dari limbah

domestik.

Semakin banyaknya industri menggunakan bahan bakar batu

bara yang dapat menimbulkan pencemaran udara.

Tidak dilakukannya pengujian kualitas udara dan kebisingan oleh

perusahaahn secara rutin.

Pada musim kemarau banyak lahan pertanian yang kekurangan

air.

Pemilik sawah yang berdekatan dengan industri pada saat

kekurangan air pada musim kemarau menggunakan air limbah

industri untuk mengairi sawahnya.

Pemilik lahan atau sawah yang berdekatan dengan sungai yang

menjadi media pembuangan air limbah industri pada musim

kemarau mengambil air sungai untuk mengairi lahan atau

sawahnya.

Pupuk kimia dan pestisida pada saat ini mudah didapat di

anggap paling baik untuk pemupukan pertanian bila di banding

dengan menggunakan popok kompos atau pupuk organic.

II -7

c. Penanggulangan (Response)

Perlu adanya kometmen penegakan hukum yang nyata dan

konsisten dari berbagai pihak terutama dari lembaga penegak

hukum.

Melakukan pengawasan terhadap kualitas air sungai yang

menjadi media pembuangan limbah cair.

Melakukan pengawasan terhadap hasil analisa limbah cair

perusahaan.

Melakukan pengawasan terhadap rutinitas system pengolahan

limbah cair perusahaan.

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air dan

pembuangan limbah cair.

Mensosialisasikan program kali bersih (PROKASIH).

Mewajibkan kepada semua industri yang menghasilkan limbah

cair untuk membangun Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL)

dengan baik sesuai dengan ketentuan teknis dan sesuai dengan

karakteristik limbahnya.

Mewajibkan setiap industri yang mempunyai limbah cair untuk

menganalisakan limbah cairnya ke laboratorium setiap bulan dan

melaporkan hasilnya.

Dokumen lingkungan yang sudah disusun oleh para industri

diharuskan untuk dijalankan dan bagi yang belum mempunyai

dokumen lingkungan diwajibkan untuk menyusun.

Mewajibkan industri untuk melakukan analisa kualitas udara dan

kebisingan secara berkala dan melaporkan hasilnya ke Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.

Industri di sarankan untuk memasang alat penyerap debu dan

tempat serta alat untuk melakukan pengujian emisi gas buang

kualitas udara ambient.

Melakukan pengawasan secara rutin atau berkala terhadap

proses atau pelaksanaan pengelolaan lingkungan.

Melakukan program langit biru dan proper.

Penanaman penghijauan sebagai filter yang dapat mereduksi

pencemaran udara.

II -8

Melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan bahayanya

penggunaan air limbah untuk usaha pertanian.

Membuat sumur air tanah atau sumur pantek.

Mewajibkan industri agar dalam membuang air limbahnya sudah

memenuhi satandart baku mutu.

Melakukan pengawasan atau pemantauan pembuangan air

limbah industri.

Melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap lahan

pertanian yang pada musim kemarau menggunakan air limbah.

Melakukan pemulihan kualitas lingkungan dengan bioremediasi

terhadap lahan pertanian yang menggunakan air limbah industri.

Melakukan pemantauan kualitas tanah sawah pertanian yang

menggunakan air limbah.

2. Kerusakan Sumber Daya Alam

a. Faktor Penyebab (Pressure)

Sumber daya alam yang telah tersedia di lingkungan dan mudah

dalam pemanfaatannya, seperti air, bahan galian golongan C,

kayu baik di hutan lindung maupun di perhutani maupun di

daerah tangkapan air.

Mudahnya proses penambangan bahan galian golongan C yang

dikarenakan tidak ketatnya proses perizinannya.

Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan.

Tidak tegasnya aparat yang berkepentingan dalam melakukan

tindakan atas pelanggaran peraturan.

Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan

meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,

sandang maupun papan atau perumahan.

Kekeringan yang disebabkan iklim.

Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk keperluan

industri,rumah tangga atau domestik dan pertanian.

Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai

sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya

tanah longsor.

Masih adanya beberapa masyarakat belum sadar akan

pentingnya kepedulian terhadap lingkungan.

b. Kondisi Lingkungan (State)

Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh

penambangan bahan galian golongan C.

Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan

dan saat ini banyak yang diperjual belikan.

Terjadinya tanah longsor dan kurangnya rehabilitasi hutan dan

lahan kritis.

Terjadinya penebangan hutan secara liar oleh sebagian

masyarakat.

Terjadinya kebakaran hutan.

Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya

peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.

Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau

sehingga kebutuhan air berkurang.

Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian

yang cukup.

Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan

bahan galian golongan C secara maksimal.

Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik

dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.

c. Penanggulangan (Response)

Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air

dengan penanaman tanaman konservasi.

Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah

tanah.

Melakukan program alih profesi bagi penambang.

Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas

penambangan bahan galian golongan C.

Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah

dengan pupuk organic.

II -10

Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan

di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.

Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (lima) sumur

atau lebih untuk membuat sumur pantau.

Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang

mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.

3. Kerusakan Sumberdaya Alam

a. Faktor Penyebab (Pressure)

Sumberdaya alam yang telah tersedia di lingkungan dan mudah

dalam pemanfaatannya, seperti air, bahan galian golongan C,

kayu baik di hutan lindung maupun di perhutani maupun di

daerah tangkapan air.

Mudahnya proses penambangan bahan galian golongan C yang

dikarenakan tidak ketatnya proses perizinannya.

Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan.

Tidak tegasnya aparat yang berkepentingan dalam melakukan

tindakan atas pelanggaran peraturan.

Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan

meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,

sandang maupun papan atau perumahan.

Kekeringan yang disebabkan iklim.

Pengambilan air tanah yang berlebihan untuk keperluan

industri,rumah tangga atau domestik dan pertanian.

Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai

sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya

tanah longsor.

Masih adanya beberapa masyarakat belum sadar akan

pentingnya kepedulian terhadap lingkungan.

b. Kondisi Lingkungan (State)

Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh

penambangan bahan galian golongan C.

Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan

dan saat ini banyak yang diperjual belikan.

II -11

Terjadinya tanah longsor.

Terjadinya penebangan hutan secara liar oleh sebagian

masyarakat.

Terjadinya kebakaran hutan.

Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya

peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.

Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau

sehingga kebutuhan air berkurang.

Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian

yang cukup.

Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan

bahan galian golongan C secara maksimal.

Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik

dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.

c. Penanggulangan (Response)

Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air

dengan penanaman tanaman konservasi.

Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah

tanah.

Melakukan program alih profesi bagi penambang.

Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas

penambangan bahan galian golongan C.

Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah

dengan pupuk organic.

Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan

di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.

Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (lima) sumur

atau lebih untuk membuat sumur pantau.

Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang

mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.

II -12

4. Perubahan Tata Ruang

a. Faktor Penyebab (Pressure)

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan.

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang yang

telah di tetapkan.

Penggunaan lahan pertanian menjadi industri.

Pembangunan hotel, vila dan perumahan di daerah tangkapan

air.

Lemahnya system penegakan hokum.

Belum menyatunya kebijakan antar institusi dalam dalam

masalah penggunaan lahan.

Belum adanya keberanian aparat pemerintah daerah dalam

penegasan perizinan peruntukan penggunaan tanah.

Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan

tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.

b. Kondisi Lingkungan (State)

Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan

tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.

Pembangunan yang terus meningkat sehingga memerlukan

lahan yang besar dan mudah dijangkau.

Pengawasan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang

yang masih sangat kurang.

Tidak pernah ada permasalahan yang timbul akibat dari

penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang.

Tidak adanya permasalahan yang muncul akibat adanya

perubahan lahan dari lahan pertanian atau lahan produktif

menjadi industri, perdagangan dan jasa.

Baik masyarakat maupun pengusaha tidak pernah

mempermaslahkan adanya perubahan lahan karena adanya

kesepakan bersama antara pengusaha dengan pemilik lahan

maupun warga sekitar.

II -13

Penanggulangan (Response)

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya

pengelolaan lingkungan hidup.

Mensosialisasikan tentang manfaat tata ruang dan bahanya bila

menyalahi tata ruang yang telah ditetapkan.

Melakukan koordinasi dengan instansi terkait sehubungan

dengan permasalahan tata ruang.

Memperketat perizinan terutama dalam perizinan peruntukan

penggunaan tanah.

Menghimbau kepada pengusaha dan masyarakat untuk

melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan tata ruang yang

telah di tetapkan oleh pemerintah daerah.

BAB V

LAHAN DAN HUTAN

Kabupaten Karanganyar dengan luas wilayah 77.378,6374 Ha yang

terdiri dari tanah sawah seluas 22.831,3417 Ha dan tanah kering seluas 54.547,2957 Ha mempunyai luas hutan negara 9.729,4995 Ha dan perkebunan seluas 2.841,1348 Ha. Dengan berkembangnya industri

dan perdagangan akan berpengaruh besar terhadap penurunan luas

lahan, hal ini terjadi di Kecamatan Jaten, Kebakramat, Colomadu,

Karanganyar dan Gondangrejo serta Kecamatan Tawangmangu. Untuk

hutanpun telah mengalami pengurangan luasnya, hal ini terjadi karena

banyak terjadi penjarahan dan penabangan hutan yang tidak diimbangi dengan upaya penanaman kembali sehingga hutan berubah menjadi lahan kritis. Sedangkan luas lahan kritis yang ada saat ini mencapai

25.385 Ha dan usaha untuk melakukan rehabilitasi lahan kritis ini baru

mencapai 224 Ha. Kenyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lahan dan hutan di Kabupaten Karanganyar telah mengalami kerusakan lingkungan.

Tabel 2. Penggunaan Lahan

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan

( Ha )

Prosentase

( % )

1. Tanah Sawah

a. Irigasi Teknis 7.867,3083 34,10

b. Irigasi ½ Teknis 6.142,0929 26,62

c. Sederhana 7.431,0771 32,21

d. Tadah Hujan 1.630,0834 7,07

2. Tanah Kering

a. Pekarangan/Bangunan 20.761,3152 38,08

b. Tegalan/Kebun 17.918,6425 32,87

c. Padang Gembala 219.6687 0,40

d. Tambak/Kolam 25.5344 0,05

e. Rawa 0.0000 0,00

f. Hutan Negara 9.729,4995 17,84

g. Perkebunan 3.251,5006 5,96

h. Lain-lain 2.641,1348 4,8

Sumber : Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, 2006

V - 2

Gambar 8. Pengambilan tanah liat/sawah untuk pembuatan batu

bata dan genting di Kecamatan Kebakkramat

V - 3

Kerusakan lahan dan hutan di Kabupaten Karanganyar diperkirakan

akan berakibat terjadinya banjir dan tanah longsor terutama di daerah daerah seperti :

1. Tanah longsor : Tawangmangu, Jatiyoso, Matesih,

Ngargoyoso, Karangpandan, Kerjo dan Jatipuro.

2. Bencana banjir : Jaten, Kebakramat, Colomadu , Jatiyoso,

Karangpandan dan Karanganyar

Akibat dari kerusakan lingkungan yang berupa lahan dan hutan tersebut di sebabkan antara lain :

1. Kerusakan hutan akibat penjarahan dan kebakaran.

2. Kerusakan lahan akibat tanah longsor.

3. Kerusakan hutan dan lahan karena adanya penggunaan lahan dan

hutan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

4. Kerusakan lahan dan hutan yang disebabkan karena digunakan

untuk pembangunan hotel, vila, penginapan dan perumahan yang

tidak sesuai dengan tata ruang yang telah di tetapkan.

5. Kerusakan yang diakibatkan oleg penggunaan sumber daya lahan

dan hutan yang berlebihan seperti pengerukan tanah, pengambilan

bahan galian golongan C atau penambangan yang tidak pada

tempatnya.

Tabel 3. Luas lahan kritis dan upaya rehabilitasi lahan

No.

Kecamatan

Wilayah Sub DAS

Luas Lahan Kritis

(Ha)

Usaha

Rehabilitas

1. Jatipuro Walikan 1.305 -

2. Jatiyoso Walikan-Jlantah-Samin 3.229 25

3. Jumapolo Walikan-Jlantah 3.123 23

4. Jumantono Samin 2.434 1

5. Matesih Samin 429 2

6. Tawangmangu Samin-Grompol 1.084 25

7. Ngargoyoso Grompol-Mungkung 1.739 1

8. Karangpandan Grompol-Mungkung 1.002 3

9. Karanganyar Samin-Grompol 1.159 6

10. Tasikmadu Grompol-Mungkung 613 2

11. Jaten Samin-Grompol 284 1

12. Colomadu Pepe 528 -

13. Gondangrejo Pepe 2.563 27

14. Kebakramat Grompol-Mungkung 150 -

15. Mojogedang Grompol-Mungkung 1.855 25

16. Kerjo Mungkung-Kinatan 1.748 25

17. Jenawi Kenatan 2.142 58

Jumlah Total 25.385 224

Sumber data : BPS Karanganyar, 2007

V - 4

V - 5

Gambar 11. Kondisi lahan rawan longsor di Kecamatan Matesih

ANALISIS PSR – LAHAN DAN HUTAN

a. Faktor Penyebab (Pressure)

• Adanya penjarahan hutan atau penebangan liar dari sebagian

masyarakat.

• Kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatinkan

• Konservasi lahan untuk berbagai kegiatan khususnya dari lahan

yang tertutup vegetasi menjadi lahan terbuka

• Lemahnya system penegakam hukum

• Adanya perbedaan kepentingan antar sector.

• Meningkatnya jumlah penduduk yang di imbangi dengan

meningkatnya kebutuhan pokok baik kebutuhan pangan,

sandang maupun papan atau perumahan.

• Kekeringan yang disebabkan iklim.

• Lemahnya system koordinasi antar instansi dalam hal pemberian

perizinan.

• Minimnya informasi tentang tata ruang dan tata guna lahan serta

belum adanya pengertian dari masyarakat akan manfaat tata

ruang.

• Kerusakan hutan utamanya yang menjadi penyangga air sungai

sehingga timbul sedimentasi sungai dan waduk serta timbulnya

tanah longsor.

• Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan

dan tidak sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan.

• Penggunaan lahan pertanian menjadi industri, permukiman dan

perdagangan.

• Pembangunan hotel, vila dan perumahan di daerah tangkapan

air.

• Belum menyatunya kebijakan antar institusi dalam masalah

penggunaan lahan.

• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan

tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.

b. Kondisi Lingkungan (State)

• Adanya illegal logging atau penebangan hutan secara liar.

• Adanya kerusakan lahan atau tanah yang disebabkan oleh

penambangan bahan galian golongan C.

• Pengambilan air dari mata air atau sumber air yang berlebihan

dan saat ini banyak yang diperjual belikan.

• Adanya pola penebangan hutan yang tidak tebang pilih.

• Terjadinya kebakaran hutan.

• Adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukannya atau tidak sesuai dengan tata ruang yang telah di

tetapkan.

• Terjadinya konversi penggunaan lahan pertanian menjadi

kawasan permukiman/perumahan, perdagangan, industri dan

jasa.

• Belum teratasinya lahan kritis yang ada atau belum adanya

peningkatan yang tinggi dalam melakukan reboisasi.

• Adanya bencana kekeringan terutama pada musim kemarau

sehingga kebutuhan air berkurang.

• Kondisi ekonomi masyarakat yang masih memerlukan perhatian

yang cukup.

• Belum adanya usaha rehabilitasi lahan bekas penambangan

bahan galian golongan C secara maksimal.

• Belum dikelolanya sumber – sumber air yang ada secara baik

dengan disertai peraturan yang berfungsi menjaganya.

• Mudahnya untuk memperoleh perizinan peruntukan penggunaan

tanah untuk berbagai usaha atau kegiatan.

• Pembangunan yang terus meningkat sehingga memerlukan

lahan yang besar dan mudah dijangkau.

• Pengawasan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang

yang masih sangat kurang.

• Tidak pernah ada permasalahan yang timbul akibat dari

penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang.

• Tidak adanya permasalahan yang muncul akibat adanya

perubahan lahan dari lahan pertanian atau lahan produktif

menjadi industri, perdagangan dan jasa.

• Baik masyarakat maupun pengusaha tidak pernah

mempermaslahkan adanya perubahan lahan karena adanya

kesepakan bersama antara pengusaha dengan pemilik lahan

maupun warga sekitar.

c. Dampak (Impact)

• Tanah menjadi tandus karena hilangnya top soil.

• Terganggunya ekosistem.

• Tingginya bahaya akan tanah longsor yang dapat

mengakibatkan pendangkalan daerah aliran sungai dan

membahayakan jiwa manusia.

• Terjadinya penyusutan air tanah yang di karenakan penurunan

permukaan air tanah.

• Berkurangnya luas hutan yang akan menyebabkan menurunnya

fungsi hutan sebagai hidrogeologi.

• Adanya konflik kepentingan antar beberapa pihak

d. Penangulangan (Response)

• Melakukan pengawasan dan pengambilan tindakan yang tegas.

• Melakukan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan

GNRHL).

• Memperketat perizinan pembangunan di kawasan lindung dan

daerah tangkapan air.

• Meningkatkan pengelolaan konservasi dan rehabilitasi

sumberdaya alam

• Melakukan kegiatan pengamanan terhadap sumber – sumber air

dengan penanaman tanaman konservasi.

• Melakukan pemantauan secara rutin dan periodic air bawah

tanah.

• Optimalisasi perencanaan dan penggunaan ruang sesuai

dengan peruntukannya.

• Memperketat perizinan perubahan fungsi lahan di luar ketentuan

rencana tata ruang.

• Menyebarluaskan informasi rencana tata ruang ke masyarakat.

V - 9

• Memperketat implementasi pemanfaatan ruang berdasarkan

rencana tata ruang yang telah disusun atau di tetapkan.

• Melakukan program alih profesi bagi penambang.

• Konservasi dengan penanaman tanaman keras di lahan bekas

penambangan bahan galian golongan C.

• Memperketat kewajiban bagi pengusaha penambangan untuk

melakukan rehabilitasi lahan bekas penambangan.

• Melakukan pengawasan secara rutin terhadap pelaksanaan

pengelolaan lingkungan pada sector pertambangan.

• Membuat ketentuan dan mempublikasikan daerah-daerah yang

layak untuk dilakukan penambangan sesuai dengan tata ruang

yang telah ditetapkan.

• Konservasi dengan pengembalian tingkat kesuburan tanah

dengan pupuk organic.

• Memasyarakatkan pembuatan sumur resapan dan penghijauan

di sekitar industri maupun daerah tangkapan air.

• Mengharuskan bagi industri yang mempunyai 5 (lima) sumur

atau lebih untuk membuat sumur pantau.

• Melakukan penghijauan di sepanjang daerah aliran sungai yang

mengalami kerusakan, longsor dan sedimentasi.

• Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya

pengelolaan lingkungan hidup.

• Mensosialisasikan tentang manfaat tata ruang dan bahanya bila

menyalahi tata ruang yang telah ditetapkan.

• Melakukan koordinasi dengan instansi terkait sehubungan

dengan permasalahan tata ruang.

• Melakukan alih profesi bagi masyarakat yang melakukan

penambangan bahan galian golongan C.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karanganyar, 2004,

Program Pembangunan Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008

2. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 6 Tahun 2003 tentang

Perubahan Kesatu Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 2

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar

3. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2007, Kabupaten

Karanganyar Dalam Angka Tahun 2006

4. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, 2006, Kajian Dampak

Pembangunan Daerah Tawangmangu Tahun 2006

5. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, 2006, Status Lingkungan

Hidup Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2006

6. Pemerintah Kabupaten Karanganyar, 2006, Perturan Daerah Kabupaten

Karanganyar No.12 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

7. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karanganyar, 2007,

Profil Kabupaten Karanganyar semester pertama Tahun 2007

8. Gubernur Jawa Tengah, 2000, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No,10

Tahun 2000 tentang Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat

Provinsi Jawa Tengah

9. Gubernur Jawa Tengah, 2001, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No, 8

Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi Jawa Tengah

10. Kemetrian Negara Lingkungan Hidup, 2001, Peraturan Pemerintah No. 82

Tahun 2001 tentang Pengawasan dan Pengendalian Kualitas Air

11. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007, Pedoman Umum Penyusunan

Laporan dan Kumpulan Data Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2007

12. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2004, Air Tanah di Indonesia

dan Pengelolaannya

Tidak ada komentar: